Pernyataan Resmi Sampoerna terkait Kenaikan Cukai Rokok 2020 [Updated]

Meskipun pengumuman kenaikan tarif cukai rokok yang disampaikan pada tanggal 13 September 2019 lalu sangat mengejutkan, namun Sampoerna menghormati keputusan Presiden. Saat ini, kami sedang berupaya menentukan bagaimana mengelola dampak dari kenaikan tersebut. Sementara kami menunggu rincian kebijakan cukai secara resmi dikeluarkan, kami bermaksud menyampaikan dua rekomendasi kepada Pemerintah guna mendukung kelangsungan penyerapan tenaga kerja.

Pertama, pemerintah telah secara konsisten menunjukkan dukungannya bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) melalui berbagai program Pemerintah termasuk kemudahan pajak. Kriteria UKM dituangkan dalam UU UKM No. 20/2008 yang menetapkan bahwa Usaha Kecil memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 2,5 miliar, sedangkan Usaha Menengah memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2,5 miliar sampai dengan paling banyak Rp 50 miliar. Kedua kriteria tersebut merupakan ketentuan ambang batas suatu perusahaan untuk mendapatkan kemudahan dari sisi regulasi dan perpajakan untuk mengembangkan UKM mereka.

Namun, batasan ini tidak berlaku untuk industri hasil tembakau nasional, karena di industri ini terdapat perusahaan-perusahaan besar dengan penghasilan lebih dari Rp10 triliun dan memproduksi miliaran batang rokok per tahun, tetapi membayar tarif cukai rendah. Tarif cukai rendah tersebut awalnya dirancang untuk memberikan kemampuan bagi perusahaan kategori kecil agar mereka mampu bersaing di pasar. Celah kebijakan ini memberi ruang bagi perusahaan besar untuk menjual merek rokok putih (SPM) internasional yang dibuat mesin membayar tarif cukai yang setara dengan tarif cukai merek Sigaret Kretek Tangan (SKT). Persaingan ini menciptakan tekanan pada segmen SKT yang padat karya dan mengakibatkan pemerintah kehilangan penerimaan negara dari cukai.

Menurut pandangan Sampoerna, kebijakan yang lebih baik adalah dengan menetapkan golongan cukai perusahaan berdasarkan jumlah total volume rokok buatan mesin yang dihasilkannya. Hal ini akan membuat perusahaan-perusahaan besar membayar besaran tarif cukai yang semestinya, yaitu di tarif cukai tinggi untuk rokok buatan mesin. Misalnya, jika sebuah perusahaan memproduksi lebih dari tiga miliar rokok buatan mesin per tahun, terlepas dari jenis rokoknya, perusahaan ini akan bergabung dengan tingkat cukai rokok mesin tertinggi. 

Kebijakan ini sudah direncanakan oleh pemerintah dan termasuk dalam Peraturan Menteri Keuangan pada tahun 2017, tetapi sangat disayangkan tidak pernah dilaksanakan. Sampoerna percaya bahwa sekarang adalah saatnya bagi Pemerintah untuk menutup celah kebijakan tersebut, mengoptimalkan penerimaan negara, memberikan perlindungan bagi pekerja SKT, dan memastikan persaingan yang adil dalam industri hasil tembakau nasional.

Kedua, sekitar 80% dari 65.000 tenaga kerja langsung dan tidak langsung Sampoerna adalah karyawan SKT. Dari keseluruhan tenaga kerja SKT, 75% total pekerja SKT tersebut bekerja di perusahaan-perusahan yang membayar cukai di golongan tertinggi. Mengingat bahwa produk SKT membutuhkan tembakau dan cengkeh dua kali lebih banyak daripada SKM, maka Pemerintah dapat mendukung komunitas SKT, termasuk petani dan pekerja, dengan cara meminimalisir kenaikan cukai SKT dan tetap mempertahankan struktur cukai segmen SKT saat ini. Segmen SKT telah berada di bawah tekanan selama bertahun-tahun dan dalam kondisi rapuh. Setiap perubahan pada sistem cukai dan struktur SKT akan memperparah situasi yang sudah sulit.

Dengan menerapkan kedua rekomendasi diatas, Pemerintah dapat membantu industri untuk meringankan dampak kenaikan cukai tahun 2020 khususnya segmen SKT, dan mendukung mata pencaharian pihak-pihak yang terlibat dalam industri tembakau, termasuk petani tembakau dan cengkeh, pekerja dan pengecer.